Perpustakaan Pribadi, Cermin Intelektualitas Seseorang

by: Buletin FAH UIN Jakarta
  
Diamabil dari buletin FAH No.7 / Th.3 / Juli – Desember 2017 hamalan 2 dengan judul Diskusi Kepustakaan Prof Dr Nurchols Madjid Perpustakaan Probadi, Cermin Intelektualitas Seseorang.



Terletak di bilangan Tanah Kusir, Kebayoran Lama Prof. Dr. Haji Nurcholish Majid tinggal bersama Istri dan kedua anaknya. Beliau merupakan alumnus Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang biasa di saoa Cak Nur. Di dalam rumah tersebut beliau memiliki perpustakaan pribadi dengan koleksi berjumlah lebih dari 6000 buah. Koleksi tersebut saat ini diabadikan di FAH dengan label Perpustakaan Prof. Dr. Nurcholish Majid yang terletak di lantai dasar FAH.

Koleksi buku tersebut merupakan hasil bacaan yang kemudian direpresentasikan dan disebarkan ke ranah public. Prof. Dr. Azyumardu Azra, CBE dalam diskusi bertajuk “Kepustakaan Pembentuk Pemikiran Cak Nur: Relasinya dengan Konteks Sosial” di FAH pada 3 November 2017 lalu mengungkapkan bahwa “Kepustakaan atau koleksi buku seseorang sesuai dengan kecenderungan intelektualitasnya. Dan koleksi-koleksi buku Cak Nur adalah representasi lain dari kecenderungan pemikirannya. Falsafah, ilmu kalam, menghiasi pemikiran Cak Nur dan itu terlihat dari kolesi yang ia miliki”.

Menurut Azra, Cak Nur kerap di cap liberal dan sekuler karena tidak memahami siapa Cak Nur sesungguhnya. Dalam pandangan Guru Besar UIN Jakarta ini, pemikiran Cak Nur tentang ‘sekularitasu yes, sekularisme no’ merupakan salah satu dari kerangka pemikiran Cak Nur yang paling kontoversional yang sampai sekarangpun masih digugak kalangan yang hostile terhadap Cak Nur. Singkatnya, mereka memandang pemikiran Cak Nur sangat berbahaya, bukan hanya bagi Islam sebagai sebuah agama, tapi juga mengacam masa depan Islam dan kaum Muslimin dalam politik kebangsaan-kenegaraan Indonesia. 

Pemikiran Cak Nur tentang ‘Sekularisasi yes, sekularisme no’ bertitik tolak dari obsesinya agar umat Islam melakukan ‘sekularisasi’ terhadap hal-hal sebenarnya bersifat saeculum atau profin, ’sekular’ (keduniaan) yang terlanjur telah disakralkan kalangan umat Islam, sehingga merusak tauhid. Singkatnya, bagi Cak Nur, hal-hal yang bersifat keduniaan harus tetap dalam ranah saeculum tidak disakralkan menjadi hal-hal yang bersifat ilahiah. 

Pada saat yang sama, Cak Nur menolak sekularisme, yakni paham atau ideology politik tentang pemisahan agama dengan politik. Karena itu, dalam konteks politik Indonesia, Cak Nur tidak pernah menuntut penyingkiran segala sesuatu yang terkait dengan agama dari politik.

Berita selengkapnya dapat di akses di --> http://fah.uinjkt.ac.id/buletin-fah/




Comments

Popular posts from this blog

Bukan Karena Tikus Buta Warna

Pengaruh Syair Di Zaman Jahiliyah Terhadap Syair Di Zaman Amawiyah

Fasilitas dan Layanan Perpustakaan Utama UINJKT